Keluarga Sakinah



Dulu, sebelum menikah, tidak pernah terpikirkan bentuk rumah tangga yang ingin ku bangun, yang terpenting segala kebutuhan yang ku inginkan harus terpenuhi. Sesudah menikah pun, belum juga ku temukan apa itu rumah tangga atau pun keluarga. Banyak ilmu yang ku miliki namun aku belum bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan suamiku, walau pendidikannya jauh di bawahku, pengalamannya lebih tinggi. Ketika sudah punya anak pun, sifat dan sikapku masih juga seperti anak kecil, yang segala keinginan dan kemauan harus terpenuhi, baca “egois”. Masih suka banting pintu bila marah, fatalnya itu ditirukan anak pertamaku. Dengan selalu di kritik dan di beri saran suami, kini  sudah banyak perubahan pada diriku, walau belum sepenuhnya.
Pernah, pada suatu hari, ku ajak suamiku menulis 20 keinginan yang ingin diraih. Yang ku tulis semuanya tentang kebutuhan materi, berbeda dengan suamiku yang terpenting adalah kebahagiaan keluarga, mendidik anak agar menjadi anak shalih dan shalihah, dihargai istri walau tidak berpenghasilan, baru berikutnya tentang kebutuhan materi. Saya tertawa malu itu kan makna dari keluarga sakinah.
Keluarga sakinah? Keluarga yang bahagia lahir batin, tapi bagaimana caranya?
Salah satu tujuan berumah tangga adalah untuk mendapatkan sakinah atau ketenangan dan ketentraman.
Firman Allah SWT,"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Q.S. Ar-Rum:21)
Untuk meraih kebahagiaan dan kesejahteraan dalam berumah tangga perlu kunci, yaitu:

  1. Harus saling menghargai;
  2. Harus saling percaya mempercayai;
  3. Harus saling berlaku jujur;
  4. Harus saling mendengarkan, jangan terlalu banyak bicara tapi juga jangan mendiamkan;
  5. Harus saling sudi maaf memaafkan; dan
  6. Harus saling memenuhi kewajiban sebelum menuntut hak.

Selain itu, dalam menghadapi terjangan ombak dan samudera kehidupan, harus saling kerjasama dan kebersamaan yang tulus antara suami dan istri serta keimanan kepada Allah SWT.
Jangan lupa, kasih sayang harus ditumbuh kembangkan setiap hari. Jangan hanya pada awal pernikahan saja. Apalagi ketika istri sedang hamil, lebih-lebih setelah melahirkan. Udah beda bentuknya, di pandang sebelah mata lagi. Kan nyebelin. Untungnya, suamiku tidak. Semoga begitu selamanya. Aamiin.
Bukankah sudah menjadi sunah-Nya bahwa setiap orang yang menikah akan selalu memimpikan keluarga yang sakinah. Keluarga sakinah merupakan dasar pembentukan masyarakat yang ideal karena dapat melahirkan keturunan yang shalih dan shalihah. Sehingga di dalamnya, kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan ketenangan yang dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.
Bisakah kita? Bisa! Pasti bisa! Insya Allah dengan berjalannya waktu dan proses belajar antara suami, istri dan seluruh anggota keluarga, rumah tangga idaman pasti kita wujudkan.
Membentuk keluarga sakinah sangat penting dan bahkan merupakan dambaan sekaligus harapan bahkan tujuan insan manusia, baik yang akan ataupun yang tengah membangun rumah tangga. Kata 'Sakinah' mempunyai beberapa pengertian antara lain: ketenangan, rasa tentram, bahagia, sejahtera lahir batin, kedamaian secara khusus, hal yang memuaskan hati.
Dasar pembentukan pernikahan dengan adanya:
1.    Kesamaan agama antara calon suami istri untuk mewujudkan kehormatan dalam lingkungan keluarga.
2.    Keseimbangan/keserasian antara calon suami istri.
3.    Kemampuan calon suami istri.
Keluarga Sakinah adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memberikan kasih sayang kepada anggota keluarganya sehingga mereka memiliki rasa aman, tentram, damai serta bahagia dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan dunia akhirat. Sebagaimana tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan untuk membentuk keluarga yang tentram (sakinah), cinta kasih (mawaddah) dan penuh rahmat (rahmah), agar dapat melahirkan keturunan yang shalih shalihah dan berkualitas menuju terwujudnya rumah tangga bahagia, harmonis, sejahtera, tenteram dan damai.
Sebagaimana Firman Allah dalam surat Ar-Rum : 21, yang artinya: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Pada intinya untuk menciptakan keluarga yang berkualitas dan barakah ada lima aspek pokok kehidupan yang harus dipenuhi dan hendaknya didirikan di atas landasan ibadah, yaitu:
1.    Terwujudnya suasana kehidupan yang Islami dengan tersedianya sarana-sarana pendidikan Islami yang memadai, antara lain:
  • Membiasakan membaca, menulis Al Qur’an dan memahami isinya secara rutin.
  • Membudayakan shalat berjamaah dalam keluarga
  • Melaksanakan amalan ubudiyah yaumiyah (ibadah harian) dalam keluarga, misalnya do’a-do’a, ucapan basmalah ketika memulai pekerjaan dan hamdalah setiap selesai pekerjaan serta mengucapkan salam.
2.    Terlaksanakannya pendidikan dalam keluarga, seperti yang dituntunkan oleh Lukman al-Hakim dalam mendidik anaknya dalam Al Qur’an, yang artinya: "Dan ingatlah takkala Luqman berkata kepada anaknya, sedang ia menasihati dia, hai anakku janganlah engkau sekutukan sesuatu dengan Allah, karena sesungguhnya syirik itu suatu penganiyaan diri yang besar" [Luqman:13].
Pendidikan yang dimaksudkan disini adalah pendidikan tentang:
  • Keesaan Tuhan (Tauhid)
  • Pengetahuan dan keilmuan.
  • Akhlaq
  • Ketrampilan
3.    Terwujudnya kesehatan keluarga dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.      Kebersihan rumah dan lingkungan
b.      Olahraga keluarga secara rutin
c.      Kebersihan dan kesehatan gizi keluarga (empat sehat lima sempurna enam halal)
4.    Terwujudnya ekonomi keluarga yang sehat, antara lain:
a.    Mengusahakan ekonomi yang halal dan baik dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan materi secara wajar, menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
b.    Mengendalikan keuangan keluarga, hemat dan tidak kikir
c.    Membiasakan menabung
d.    Membiasakan dermawan
e.    Memanfaatkan pekarangan dan atau home industri untuk menunjang ekonomi keluarga.
5.    Terwujudnya hubungan keluarga yang selaras, serasi, seimbang dengan jalan antara lain:
a.    Membina sopan santun, etika, dan akhlaq sesuai dengan kedudukan masing-masing keluarga serta sabar dan saling tolong menolong serta saling berbagi dengan adanya teladan yang nyata terutama dari orang tua.
b.    Menciptakan suasana keakraban antara anggota keluarga, seperti waktu sesudah shalat berjamaah, waktu makan bersama dan melonggarkan waktu untuk berekreasi.
c.    Menciptakan suasana keterbukaan, rasa saling memiliki dan rasa tanggung jawab satu sama lain diantara anggota keluarga serta adil dalam pemenuhan hak dan kewajiban.
d.    Melaksanakan kehidupan bertetangga, berteman dan bermasyarakat dengan berperan serta dalam pembinaan masyarakat, membentengi keluarga dari lingkungan yang buruk

Juga perlu adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban antara istri dan suami, baik yang bersifat kebendaaan atau bukan, dimana yang bersifat kebendaan yaitu suami wajib memberi nafkah, suami wajib menyediakan tempat tinggal dan istri wajib mengatur rumah tangga dengan baik. Sedangkan yang bukan bersifat kebendaan yaitu suami istri wajib bergaul dengan baik dengan saling menghormati, saling menghargai, saling kasih sayang, saling memaafkan, hidup harmonis, jujur, berterus terang dan bermusyawarah; menjaga rahasia keluarga, utamanya rahasia pribadi masing-masing; berakhlaq baik terhadap keluarganya. Membuat rumah atau tempat tinggal yang kondusif secara fisik dan non fisik, dimana secara fisik adanya pertimbangan lokasi dan desain disesuaikan dengan kebutuhan dan privasi keluarga, sedangkan secara non fisik hendaknya diciptakan suasana yang penuh senyum, semangat, nasehat, motivasi, kebaikan-kebaikan yang selalu ditabur lalu berkembang sehingga tumbuh kebiasaan-kebiasaan baik, adab-adab, contoh yang baik dan pengembangan diri yang sesuai dengan aturan-aturan Islam.
Begini, dalam hidup ini kan pasti ada dua sisi, senang dan susah, suka dan tidak suka, bahagia dan sengsara. Dan itu pasti ada, dimanapun kita berada. Kadang bersamaan, kadang bergantian dan silih berganti. Dalam keluarga pun begitu, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Tidak selalu berisi kebahagiaan namun seringkali bahkan mungkin setiap saat selalu ada masalah. Yang penting adalah bagaimana kita bisa mengutamakan barakah-Nya.
Dengan berusaha mengubah sikap yang biasanya kasar menjadi lembut, tidak lagi membanting pintu bila marah. Mengubah kalimat, “Kamu itu kok gitu ya....!,” menjadi “Aku mengerti, sayang, berusaha lebih baik lagi ya?” Dan juga,”Kamu ke mana aja sih, kalau pergi lama banget, ...!” diganti, “Aku menunggumu, cinta!” Dan satu lagi,”Aku tuh penginnya kamu itu ...!” berubah bunyi,”Yang, makasih ya atas yang kau berikan padaku selama ini, ayo sama-sama kita koreksi dan rubah apa yang kurang pada diri kita.”
Beraaat banget untuk melakukan itu semua. Apalagi untuk minta maaf dan memberi maaf kalau melakukan kesalahan. Tapi, apapun itu, kita harus siap dan kuat kalau ingin membangun keluarga kita menjadi keluarga sakinah.
Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga, dan yang ideal biasanya jarang terjadi, oleh karena itu ia tidak terjadi mendadak, tetapi ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh, yang memerlukan perjuangan serta butuh waktu serta pengorbanan terlebih dahulu. Sehingga ungkapan Rasulullah SAW “Baitii jannatii”, rumahku adalah surgaku, merupakan ungkapan tepat tentang bangunan rumah tangga/keluarga ideal. Dimana dalam pembangunannya mesti dilandasi fondasi kokoh berupa Iman, kelengkapan bangunan dengan Islam, dan pengisian ruang kehidupannya dengan Ihsan, tanpa mengurangi tuntutan kebutuhan hidup sebagaimana layaknya manusia yang tak lepas dari hajat keduniaan, baik yang bersifat kebendaan maupun bukan.
Ah, ada yang terselip. Ini juga penting lhooo....!!! Walau sudah lama berumah tangga tapi belum dikaruniai anak, jangan berputus asa. Apalagi 'berbuat yang tidak-tidak'. Cobalah direnungkan, mengapa Allah belum mempercayakan amanat-Nya. Mungkin kunci-kunci yang di atas belum dilaksanakan.

BARAKALLAH!!!

disadur dari Majalah Perkawinan dan Keluarga dan Buku "Barakallahumma Laka" karya Salim A. Fillah

Komentar

Postingan populer dari blog ini